HAMBATAN DAN
TANTANGAN DALAM UPAYA PERLINDUNGAN,PEMAJUAN DAN PEMENUHAN HAM DI INDONESIA
A.
Hambatan Penegakan HAM
Hambatan
adalah suatu kendala yang bersifat atau bertujuan melemahkan yang bersifat
konseptual. Berikut merupakan hambatan dalam upaya perlindungan,pemajuan dan
pemenuhan HAM di indonesia berdasarkan faktor-faktor, antara lain :
a.
Faktor
Kondisi Sosial-Budaya
1) Stratifikasi dan status sosial; yaitu tingkat pendidikan, usia,
pekerjaan, keturunan dan ekonomi masyarakat Indonesia yang multikompleks
(heterogen).
2) Norma adat atau budaya lokal kadang bertentangan dengan HAM, terutama
jika sudah bersinggung dengan kedudukan seseorang, upacara-upacara sakral,
pergaulan dan sebagainya.
3) Masih adanya konflik horizontal di kalangan masyarakat yang hanya
disebabkan oleh hal-hal sepele.
b.
Faktor
Komunikasi dan Informasi
1) Letak geografis Indonesia yang luas dengan laut, sungai, hutan, dan
gunung yang membatasi komunikasi antardaerah.
2)
Sarana dan prasarana komunikasi dan informasi yang belum terbangun
secara baik yang mencakup seluruh wilayah Indonesia.
3)
Sistem informasi untuk kepentingan sosialisasi yang masih sangat
terbatas baik sumber daya manusianya maupun perangkat (software dan hardware) yang diperlukan.
c.
Faktor
Kebijakan Pemerintah
1) Tidak semua
penguasa memiliki kebijakan yang sama tentang pentingnya jaminan hak asasi
manusia.
2) Ada kalanya demi kepentingan
stabilitas nasional, persoalan hak asasi manusia sering diabaikan.
3) Peran
pengawasan legislatif dan kontrol sosial oleh masyarakat terhadap pemerintah
sering diartikan oleh penguasa sebagai tindakan ‘pembangkangan’.
d.
Faktor
Perangkat Perundangan
1) Pemerintah tidak segera meratifikasikan hasil-hasil konvensi
internasional tentang hak asasi manusia.
2)
Kalaupun ada, peraturan perundang-undangan masih sulit untuk
diimplementasikan.
e.
Faktor
Aparat dan Penindakannya (Law Enforcement).
1)
Masih adanya oknum aparat yang secara institusi atau pribadi mengabaikan
prosedur kerja yang sesuai dengan hak asasi manusia.
2) Tingkat pendidikan dan kesejahteraan sebagian aparat yang dinilai masih
belum layak sering membuka peluang ‘jalan pintas’ untuk memperkaya diri.
3) Pelaksanaan tindakan pelanggaran oleh oknum aparat masih diskriminatif,
tidak konsekuen, dan tindakan penyimpangan berupa KKN (Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme)
Hambatan dalam upaya perlindungan,pemajuan dan pemenuhan HAM di
indonesia berdasarkan wilayahnya terbagi menjadi dua, yaitu :
a. Dari
Dalam Negeri
Hambatan dan tantangan yang berasal
dari dalam negeri, antara lain sebagai berikut :
1.
Kualitas
peraturan perundang undangan yang belum sesuai dengan harapan masyarakat.
Hal ini disebabkan oleh adanya berbagai peraturan (materi) hukum
peninggalan atau warisan kolonial (peninggalan zaman kolonial belanda), padahal
sejak kemerdekaan Indonesia sudah berlaku tata hukum nasional.
Tentu saja jiwa dan latar belakangnya sangat erat dengan nilai- nilai
dan sistem politik penjajah. Yang jauh dari perlindungan, keadilan dan hak
asasi manusia Indonesia.
2.
Penegakan hukum yang kurang atau tidak
bijaksana karena bertentangan dengan aspirasi masyarakat . Misalnya :
Hak atas penggunaan tanah yang kepemilikannya di atur oleh undang
undang, di buktikan dengan sertifikat kepemilikan tanah. Secara yuridis formal
sah-sah saja pemilik lahan menggunakan lahannya menurut kepentingannya,
namunaspirasi masyarakat bisa saja bertentangan dengan pemilik lahan.
3.
Kesadaran hukum yang masih rendah sebagai
akibat rendahnya kualitas sumber daya manusia.
Berbagai bentuk pelanggaran hukum atau ketidakpedulian terhadap
perlindungan hak asasi orang lain sering terjadi karena hal ini.
Misalnya
:
Keroyok massa, salah suatu perbuatan main hakim sendiri ( eigenrichting
) yang biasanya dianggap perbuatan yang biasa dan bukan pelanggaran hukum di
masyarakat. Dan penegak hukum di masyarakat pun tidak mampu menegakkan hukum
dalam situai kacau yang melibatkan massa seperti itu.
Salah satu solusinya bagi anak zaman sekarang adalah dengan belajar
sehingga memperoleh pendidikan di bangku sekolah yang tujuannya tak lain adalah
untuk meningkatkan sumber daya manusia di indonesia dan untuk mendidik anak
agar mengerti hukum.
4. Rendahnya penguasaan hukum dari sebagian aparat penegak hukum
Sebagai seorang penegak hukum di suatu negara, seharusnya mereka bisa menguasai hukum baik teori maupun
pelaksanaannya. Serius dan profesional dalam menangani perkara hukum yang
terjadi. Tetapi jangan menggunakan cara yang kasar yang bertentangan dengan
hukum itu sendiri.
5.
Mekanisme lembaga penegak hukum yang
fragmentaris, sehingga sering timbul disparitas penegak hukum dalam kasus yang
sama.
Sistem pengadilan hukum dan upaya mencari keadilan di negegara kita
mengenai tingkatan peradilan yang belum sepenuhnya di pahami masyarakat. Secara
kenyataan, di negara kita berlaku sistem hukuman maksimal dalam hukum pidana
materiil (KUHP) dan hukuman hukuman lainnya yang di berikan kepada pelanggar
sesuai dengan perbuatannya. Oleh sebab itu, di mungkinkan terjadinya perbedaan
bobot hukuman oleh hakim dari tingkat peradilan yang berbeda walaupun dalam
perkara yang sama. Akibatnya sebagian warga masyarakat merasakan tidak adanya
kepastian hukum.
6.
Budaya hukum dan hak asasi manusia yang belum
terpadu
Perbedaan persepsi dalam kasus hukum tertentu masih sering mewarnai
kehidupan masyarakat.
Misalnya :
Orang tua menganiaya
anak kandungnya hingga melewati batas kewajaran yang menurutnya itu adalah hal
yang wajar dalam mendidik anaknya. Sebagian warga ada yang setuju dengan orang
tua itu dan sebagian lagi justru bertentangan.
Tetapi sebaiknya orang
tua tersebut tidak boleh mendidik anaknya dengan kasar sehingga melanggar
terhadap HAM dan anak tersebut seharusnya mendengarkan nasehat orang tuanya.
7.
Keadaan geografis indonesia yang luas
Wilayah indonesia yang luas dengan jumlah penduduk yang menyebar di
seluruh nusantara, menjadi kendala komunikasi dan sosialisasi tentang hukum dan
perundang-undangan dan memerlukan waktu yang lama untuk mensosialisasikannya.
Akibatnya banyak warga indonesia yang tidak mengetahui tentang pelanggaran hak
asasi manusia yang mungkin saja mereka lakukan.
Menurut prof. Baharuddin Lopa, S.H. ada 4 macam pelanggaran HAM di
Indonesia, yaitu :
a. Adanya kecenderungan pada pihak pihak tertentu, terutama yang memiliki
kekuasaan dan wewenang, saling tidak mampu mengekang.
b. Adanya kebiasaan bahwa pihak yang memiliki wewenang dan kekuasaan, masih
sering menyalah gunakannya.
c. Masih kentalnya budaya “ewuh
pakewuh” artinya rasa tidak enak di
perasaan, sehingga membuka peluang terjadinya pelanggaran HAM sehingga
penegakkannya (enforcement) terganggu.
d. Law
enforcement masih lemahdan sering kali
bersifat diskriminatif.
b. Dari Luar
Negeri
§ Penetrasi
Ideologi dan Kekuatan Komunisme
Di era global sekarang
pengaruh ideologi asing sangat mudah masuk ke suatu negara termasuk Indonesia,
misalnya komunisme. Meskipun idiologi ini semakin kurang popular namun tetap
perlu diwaspadai. Inti ajaran dari Karl Marx yang disebut histories
materialisme merupakan asal mula ajaran komunisme dunia.
B.
Tantangan Penegakan HAM
Tantangan negara Indonesia dalam upaya penegakan
HAM ke depannya adalah memajukan kesejahteraan . Tantangan-tantangan
dalam penegakan HAM di Indonesia meliputi:
a) Rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada aparat pemerintah dan
lembaga-lembaga penegak hukum.
b)
Masih ada pihak-pihak yang berusaha menghidupkan kekerasan dan diskriminasi
sistematis terhadap kaum perempuan ataupun kelompok masyarakat yang dianggap
minoritas.
c)
Budaya kekerasan seringkali masih menjadi pilihan berbagai kelompok masyarakat
dalam menyelesaikan persoalan yang ada di antara mereka.
d)
Belum adanya komitmen pemerintah yang kuat terhadap upaya penegakan HAM dan
kemampuan melaksanakan kebijakan HAM secara efektif sebagaimana diamanatkan
oleh konstitusi.
e)
Terjadinya komersialisasi media massa yang berakibat pada semakin minimnya
keterlibatan media massa dalam pemuatan laporan investigative mengenai HAM dan
pembentukan opini untuk mempromosikan HAM.
f)
Masih lemahnya kekuatan masyarakat (civil society) yang mampu menekan
pemerintah secara demokratis sehingga bersedia bersikap lebih peduli dan serius
dalam menjalankan agenda penegakan HAM.
g)
Desentralisasi yang tidak diikuti dengan menguatnya profesionalitas birokrasi
dan kontrol masyarakat di daerah potensial memunculkan berbagai pelanggaran HAM
pada tingkat local.
h)
Budaya feodal dan korupsi menyebabkan aparat penegak hukum tidak mampu bersikap
tegas dalam menindak berbagai pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pejabat atau
tokoh masyarakat.
i)
Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian masyarakat dan media massa lebih
terarah pada persoalan korupsi, terorisme, dan pemulihan ekonomi daripada
penanganan kasus-kasus HAM.
j)
Ada sebagian warga masyarakat dan aparat pemerintah yang masih berpandangan
bahwa HAM merupakan produk budaya Barat yang individualistik dan tidak sesuai
dengan budaya Indonesia.
k)
Berbagai ketidakadilan pada masa lalu telah menyebabkan luka batin dan dendam
antarkelompok masyarakat tanpa terjadi rekonsiliasi sejati.
Mengenai tantangan dalam
penegakan hak asasi manusia di Indonesia untuk masa-masa yang akan datang,
telah digagas oleh pemerintah Indonesia (Presiden Soeharto) pada saat akan
menyampaikan pidatonya di PBB dalam Konfrensi
Dunia ke-2 (Juni 1992) dengan judul “Deklarasi Indonesia tentang Hak Asasi
Manusia” sebagai berikut.
a.
Prinsip
Universlitas, yaitu bahwa adanya hak-hak
asasi manusia bersifat fundamental dan memiliki keberlakuan universal, karena
jelas tercantum dalam Piagam dan Deklarasi PBB dan oleh karenanya merupakan
bagian dari keterikatan setiap anggota PBB.
b.
Prinsip
Pembangunan Nasional, yaitu bahwa
kemajuan ekonomi dan sosial melalui keberhasilan pembangunan nasional dapat
membantu tercapainya tujuan meningkatkan demokrasi dan perlindungan terhadap
hak-hak asasi manusia.
c.
Prinsip
Kesatuan Hak-Hak Asasi Manusia (Prinsip Indivisibility). Yaitu berbagai jenis atau kategori hak-hak asasi manusia, yaitu meliputi
hak-hak sipil dan politik di satu pihak dan hak-hak ekonomi, sosial dan
kultural di lain pihak; dan hak-hak asasi manusia perseorangan dan hak-hak
asasi manusia masyarakat atau bangsa secara keseluruhan merupakan suatu
kesatuan yang tidak terpisahkan.
d.
Prinsip
Objektifitas atau Non Selektivitas, yaitu
penolakan terhadap pendekatan atau penilaian terhadap pelaksanaan hak-hak asasi
pada suatu negara oleh pihak luar, yang hanya menonjolkan salah satu jenis hak
asasi manusia saja dan mengabaikan hak-hak asasi manusia lainnya.
e.
Prinsip
Keseimbangan, yaitu keseimbangan dan
keselarasan antara hak-hak perseorangan dan hak-hak masyarakat dan bangsa,
sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk individual dab makhluk sosial
sekaligus.
f.
Prinsip
Kompetensi Nasional, yaitu bahwa
penerapan dan perlindungan hak-hak asasi manusia merupakan kompetensi dan
tanggung jawab nasional.
g.
Prinsip
Negara Hukum, yaitu bahwa jaminan terhadap
hak asasi manusia dalam suatu negara dituangkan dalam aturan-aturan hukum, baik
hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis.