Sabtu, 09 Agustus 2014

Analisis Titrimetri


            Titrimetri adalah suatu cara analisis yang berdasarkan pengukuran volume larutan yang diketahui konsentrasinya secara teliti (titran/penitar/larutan baku) yang direaksikan dengan larutan sampel yang akan ditetapkan kadarnya.
Pelaksanaan pengukuran volume ini disebut juga titrasi, yaitu larutan penitar diteteskan setetes demi setetes ke dalam larutan sampel sampai tercapai titik akhir. Berdasarkan jenis reaksi yang terjadi pada pelaksanaan titrasi, maka titrasi dapat dibagi sebagai berikut:
       a. Reaksi metatetik, yaitu suatu reaksi berdasarkan pertukaran ion tanpa adanya perubahan bilangan oksidasi. Jenis titrasi yang termasuk reaksi metatetik, yaitu: 
           1. Titrasi Asam Basa
Reaksi dasar dalam titrasi asam-basa adalah netralisasi, yaitu reaksi asam dan basa yang dapat dinyatakan dengan :         H+  +  OH-                


   H2O
Bila larutan asam dengan kepekatan tertentu digunakan sebagai penitar maka titrasi ini disebut asidimetri, sedangkan bila yang diketahui sebagai penitarnya adalah basa, maka titrasi ini disebut alkalimetri.
2)       Titrasi pengendapan (presipitimetri)
                        Dasar penitaran pengendapan adalah reaksi-reaksi yang menghasilkan endapan yang sukar larut. Yang termasuk titrasi golongan ini antara lain argentometri, yaitu penitaran dengan menggunakan AgNO3  sebagai penitar.
3)      Titrasi kompleksometri
            Titrasi kompleksometri disebut juga khelatometri, yaitu pembentukan senyawa rangkai (kompleks) yang mantap dan larut dalam air, bila larutan baku bereaksi dengan kation-kation yang ditetapkan kadarnya. Sampel pereaksi pengkomplek yang banyak digunakan adalah Na-EDTA (Natrium Etilena Diamina Tetra Asetat).
b.         Reaksi redoks, dalam reaksi ini terjadi perpindahan elektron atau perubahan bilangan oksidasi. Jenis titrasi yang termasuk dalam reaksi redoks, antara lain:
1)      Titrasi Permanganatometri
Sebagai penitar dipakai larutan kaliumpermanganat. Dalam lingkungan asam dua molekul permanganat dapat melepaskan lima atom oksigen (bila ada zat yang dapat dioksidasikan oleh oksigen itu.
2 KMnO4 + 3 H2SO4                   K2SO4 + 2 MnSO4 + 3 H2O + 5 O
Karena larutan KMnO4 mempunyai warna tersendiri, maka tidak diperlukan penunjuk (indikator). Titik akhir ditunjukkan dengan terbentuknya larutan berwarna merah muda seulas.
2)      Titrasi Iodo/Iodimetri
Yang dimaksud dengan golongan ini adalah penitaran dengan Iod (Iodimetri) atau Iod dititar dengan Natriumtiosulfat (Iodometri). Zat-zat yang bersifat pereduksi dapat langsung dititar dengan yod, sedangkan zat-zat yang bersifat pengoksidasi dalam larutan asam akan membebaskan yod dari KI yang kemudian dititar dengan Natriumtiosulfat. Pada cara titrasi ini digunakan larutan kanji sebagai penunjuk, yang dengan yod akan menghasilkan warna biru.
3)      Serimetri
Sebagai pengoksidasi dipakai larutan Ce(SO4)2.  Serium merupakan zat pengoksidasi yang kuat, yang mengalami reaksi tunggal. Ion serium dipakai dalam larutan yang berkeasaman tinggi karena dalam larutan yang berkonsentrasi hidrogennya rendah terjadi pengendapan akibat hidrolisis. Titrasi ini jarang dipakai karena selain kurang ekonomis juga memerlukan indikator redoks.


4)      Dikromatometri
Sebagai penitar digunakan larutan kaliumdikromat. Penggunaan utama adalah titrasi besi dalam larutan asam. Senyawa Na/Ba-difenilaminasulfonat merupakan indikator yang sesuai bila besi dititrasi dalam suasana asam sulfat-asam fosfat.
Beberapa syarat yang harus dipenuhi pada penitaran:
1)      Reaksi berlangsung sempurna, tunggal, dan menurut persamaan reaksi yang jelas. Dengan demikian semua sampel bereaksi dengan penitar, tidak ada yang tersisa.
2)      Reaksi berjalan cepat, reaksi yang cepat akan mempertajam perubahan warna yang terjadi pada titik akhir.
3)      Ada indikator yang sesuai.
4)      Ada larutan baku.

Berdasarkan jalannya reaksi yang terjadi, titrasi dapat dibedakan atas:
a.    Titrasi langsung (Direct titration), yaitu larutan sampel dapat langsung dititrasi dengan larutan standar/ baku.
b.    Titrasi tidak langsung (Indirect titration), yaitu larutan sampel direaksikan dulu dengan pereaksi yang jumlah kepekatannya tertentu, kemudian hasil reaksi dititrasi dengan larutan  standar/ baku.
c.    Titrasi kembali (Back titration), cara ini dilakukan bila sampel tidak bereaksi dengan larutan baku atau reaksinya lambat. Dalam hal ini ditambahkan zat ketiga yang telah diketahui kepekatannya dan jumlahnya diukur tetapi berlebihan dan kelebihannya dititrasi dengan larutan baku.
d.   Titrasi penggantian (Displacement titration), cara ini dilakukan bila analat atau  unsur yang akan ditetapkan tidak bereaksi langsung dengan larutan baku, tidak bereaksi secara stokiometri dengan larutan baku, dan tidak saling mempengaruhi (not interact) dengan larutan penunju

HAMBATAN DAN TANTANGAN DALAM UPAYA PERLINDUNGAN,PEMAJUAN DAN PEMENUHAN HAM DI INDONESIA



HAMBATAN DAN TANTANGAN DALAM UPAYA PERLINDUNGAN,PEMAJUAN DAN PEMENUHAN HAM DI INDONESIA

A.   Hambatan Penegakan HAM

      Hambatan adalah suatu kendala yang bersifat atau bertujuan melemahkan yang bersifat konseptual. Berikut merupakan hambatan dalam upaya perlindungan,pemajuan dan pemenuhan HAM di indonesia berdasarkan faktor-faktor, antara lain :
a.       Faktor Kondisi Sosial-Budaya
1)  Stratifikasi dan status sosial; yaitu tingkat pendidikan, usia, pekerjaan, keturunan dan ekonomi masyarakat Indonesia yang multikompleks (heterogen).
2)    Norma adat atau budaya lokal kadang bertentangan dengan HAM, terutama jika sudah bersinggung dengan kedudukan seseorang, upacara-upacara sakral, pergaulan dan sebagainya.
3)  Masih adanya konflik horizontal di kalangan masyarakat yang hanya disebabkan oleh hal-hal sepele.
b.      Faktor Komunikasi dan Informasi
1)   Letak geografis Indonesia yang luas dengan laut, sungai, hutan, dan gunung yang membatasi komunikasi antardaerah.
2)      Sarana dan prasarana komunikasi dan informasi yang belum terbangun secara baik yang mencakup seluruh wilayah Indonesia.
3)      Sistem informasi untuk kepentingan sosialisasi yang masih sangat terbatas baik sumber daya manusianya maupun perangkat (software dan hardware) yang diperlukan.
c.       Faktor Kebijakan Pemerintah
1)    Tidak semua penguasa memiliki kebijakan yang sama tentang pentingnya jaminan hak asasi manusia.
2)  Ada kalanya demi kepentingan stabilitas nasional, persoalan hak asasi manusia sering diabaikan.
3)      Peran pengawasan legislatif dan kontrol sosial oleh masyarakat terhadap pemerintah sering diartikan oleh penguasa sebagai tindakan ‘pembangkangan’.

d.      Faktor Perangkat Perundangan
1)    Pemerintah tidak segera meratifikasikan hasil-hasil konvensi internasional tentang hak asasi manusia.
2)      Kalaupun ada, peraturan perundang-undangan masih sulit untuk diimplementasikan.
e.       Faktor Aparat dan Penindakannya (Law Enforcement).
1)     Masih adanya oknum aparat yang secara institusi atau pribadi mengabaikan prosedur kerja yang sesuai dengan hak asasi manusia.
2)   Tingkat pendidikan dan kesejahteraan sebagian aparat yang dinilai masih belum layak sering membuka peluang ‘jalan pintas’ untuk memperkaya diri.
3)  Pelaksanaan tindakan pelanggaran oleh oknum aparat masih diskriminatif, tidak konsekuen, dan tindakan penyimpangan berupa KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)

               Hambatan dalam upaya perlindungan,pemajuan dan pemenuhan HAM di indonesia berdasarkan wilayahnya terbagi menjadi dua, yaitu :

a.    Dari Dalam Negeri
            Hambatan dan tantangan yang berasal dari dalam negeri, antara lain sebagai berikut :

1.      Kualitas peraturan perundang undangan yang belum sesuai dengan harapan masyarakat.
Hal ini disebabkan oleh adanya berbagai peraturan (materi) hukum peninggalan atau warisan kolonial (peninggalan zaman kolonial belanda), padahal sejak kemerdekaan Indonesia sudah berlaku tata hukum nasional.
Tentu saja jiwa dan latar belakangnya sangat erat dengan nilai- nilai dan sistem politik penjajah. Yang jauh dari perlindungan, keadilan dan hak asasi manusia Indonesia.

2.     Penegakan hukum yang kurang atau tidak bijaksana karena bertentangan dengan aspirasi masyarakat . Misalnya :
Hak atas penggunaan tanah yang kepemilikannya di atur oleh undang undang, di buktikan dengan sertifikat kepemilikan tanah. Secara yuridis formal sah-sah saja pemilik lahan menggunakan lahannya menurut kepentingannya, namunaspirasi masyarakat bisa saja bertentangan dengan pemilik lahan.

3.     Kesadaran hukum yang masih rendah sebagai akibat rendahnya kualitas sumber daya manusia.
Berbagai bentuk pelanggaran hukum atau ketidakpedulian terhadap perlindungan hak asasi orang lain sering terjadi karena hal ini.
Misalnya :
Keroyok massa, salah suatu perbuatan main hakim sendiri ( eigenrichting ) yang biasanya dianggap perbuatan yang biasa dan bukan pelanggaran hukum di masyarakat. Dan penegak hukum di masyarakat pun tidak mampu menegakkan hukum dalam situai kacau yang melibatkan massa seperti itu.
Salah satu solusinya bagi anak zaman sekarang adalah dengan belajar sehingga memperoleh pendidikan di bangku sekolah yang tujuannya tak lain adalah untuk meningkatkan sumber daya manusia di indonesia dan untuk mendidik anak agar mengerti hukum.

4.     Rendahnya penguasaan hukum dari sebagian aparat penegak hukum
Sebagai seorang penegak hukum di suatu negara, seharusnya mereka bisa    menguasai hukum baik teori maupun pelaksanaannya. Serius dan profesional dalam menangani perkara hukum yang terjadi. Tetapi jangan menggunakan cara yang kasar yang bertentangan dengan hukum itu sendiri.

5.     Mekanisme lembaga penegak hukum yang fragmentaris, sehingga sering timbul disparitas penegak hukum dalam kasus yang sama.
Sistem pengadilan hukum dan upaya mencari keadilan di negegara kita mengenai tingkatan peradilan yang belum sepenuhnya di pahami masyarakat. Secara kenyataan, di negara kita berlaku sistem hukuman maksimal dalam hukum pidana materiil (KUHP) dan hukuman hukuman lainnya yang di berikan kepada pelanggar sesuai dengan perbuatannya. Oleh sebab itu, di mungkinkan terjadinya perbedaan bobot hukuman oleh hakim dari tingkat peradilan yang berbeda walaupun dalam perkara yang sama. Akibatnya sebagian warga masyarakat merasakan tidak adanya kepastian hukum.

6.     Budaya hukum dan hak asasi manusia yang belum terpadu
Perbedaan persepsi dalam kasus hukum tertentu masih sering mewarnai kehidupan masyarakat.
Misalnya :
            Orang tua menganiaya anak kandungnya hingga melewati batas kewajaran yang menurutnya itu adalah hal yang wajar dalam mendidik anaknya. Sebagian warga ada yang setuju dengan orang tua itu dan sebagian lagi justru bertentangan.
            Tetapi sebaiknya orang tua tersebut tidak boleh mendidik anaknya dengan kasar sehingga melanggar terhadap HAM dan anak tersebut seharusnya mendengarkan nasehat orang tuanya.

7.     Keadaan geografis indonesia yang luas
Wilayah indonesia yang luas dengan jumlah penduduk yang menyebar di seluruh nusantara, menjadi kendala komunikasi dan sosialisasi tentang hukum dan perundang-undangan dan memerlukan waktu yang lama untuk mensosialisasikannya. Akibatnya banyak warga indonesia yang tidak mengetahui tentang pelanggaran hak asasi manusia yang mungkin saja mereka lakukan.
Menurut prof. Baharuddin Lopa, S.H. ada 4 macam pelanggaran HAM di Indonesia, yaitu :
a.     Adanya kecenderungan pada pihak pihak tertentu, terutama yang memiliki kekuasaan dan wewenang, saling tidak mampu mengekang.
b.    Adanya kebiasaan bahwa pihak yang memiliki wewenang dan kekuasaan, masih sering menyalah gunakannya.
c.    Masih kentalnya budaya “ewuh pakewuh”  artinya rasa tidak enak di perasaan, sehingga membuka peluang terjadinya pelanggaran HAM sehingga penegakkannya (enforcement) terganggu.
d.    Law enforcement masih lemahdan sering kali bersifat diskriminatif.

b.   Dari Luar Negeri
§  Penetrasi Ideologi dan Kekuatan Komunisme
Di era global sekarang pengaruh ideologi asing sangat mudah masuk ke suatu negara termasuk Indonesia, misalnya komunisme. Meskipun idiologi ini semakin kurang popular namun tetap perlu diwaspadai. Inti ajaran dari Karl Marx yang disebut histories materialisme merupakan asal mula ajaran komunisme dunia.

B.   Tantangan Penegakan HAM
Tantangan  negara Indonesia dalam upaya penegakan HAM  ke depannya adalah memajukan  kesejahteraan . Tantangan-tantangan dalam penegakan HAM di Indonesia meliputi:
a) Rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada aparat pemerintah dan lembaga-lembaga penegak hukum.
b) Masih ada pihak-pihak yang berusaha menghidupkan kekerasan dan diskriminasi sistematis terhadap kaum perempuan ataupun kelompok masyarakat yang dianggap minoritas.
c) Budaya kekerasan seringkali masih menjadi pilihan berbagai kelompok masyarakat dalam menyelesaikan persoalan yang ada di antara mereka.
d) Belum adanya komitmen pemerintah yang kuat terhadap upaya penegakan HAM dan kemampuan melaksanakan kebijakan HAM secara efektif sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi.
e) Terjadinya komersialisasi media massa yang berakibat pada semakin minimnya keterlibatan media massa dalam pemuatan laporan investigative mengenai HAM dan pembentukan opini untuk mempromosikan HAM.
f) Masih lemahnya kekuatan masyarakat (civil society) yang mampu menekan pemerintah secara demokratis sehingga bersedia bersikap lebih peduli dan serius dalam menjalankan agenda penegakan HAM.
g) Desentralisasi yang tidak diikuti dengan menguatnya profesionalitas birokrasi dan kontrol masyarakat di daerah potensial memunculkan berbagai pelanggaran HAM pada tingkat local.
h) Budaya feodal dan korupsi menyebabkan aparat penegak hukum tidak mampu bersikap tegas dalam menindak berbagai pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pejabat atau tokoh masyarakat.
i) Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian masyarakat dan media massa lebih terarah pada persoalan korupsi, terorisme, dan pemulihan ekonomi daripada penanganan kasus-kasus HAM.
j) Ada sebagian warga masyarakat dan aparat pemerintah yang masih berpandangan bahwa HAM merupakan produk budaya Barat yang individualistik dan tidak sesuai dengan budaya Indonesia.
k) Berbagai ketidakadilan pada masa lalu telah menyebabkan luka batin dan dendam antarkelompok masyarakat tanpa terjadi rekonsiliasi sejati.

Mengenai tantangan dalam penegakan hak asasi manusia di Indonesia untuk masa-masa yang akan datang, telah digagas oleh pemerintah Indonesia (Presiden Soeharto) pada saat akan menyampaikan pidatonya di PBB dalam Konfrensi Dunia ke-2 (Juni 1992) dengan judul “Deklarasi Indonesia tentang Hak Asasi Manusia” sebagai berikut.
a.   Prinsip Universlitas, yaitu bahwa adanya hak-hak asasi manusia bersifat fundamental dan memiliki keberlakuan universal, karena jelas tercantum dalam Piagam dan Deklarasi PBB dan oleh karenanya merupakan bagian dari keterikatan setiap anggota PBB.
b.    Prinsip Pembangunan Nasional, yaitu bahwa kemajuan ekonomi dan sosial melalui keberhasilan pembangunan nasional dapat membantu tercapainya tujuan meningkatkan demokrasi dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.
c.     Prinsip Kesatuan Hak-Hak Asasi Manusia (Prinsip Indivisibility). Yaitu berbagai jenis atau kategori hak-hak asasi manusia, yaitu meliputi hak-hak sipil dan politik di satu pihak dan hak-hak ekonomi, sosial dan kultural di lain pihak; dan hak-hak asasi manusia perseorangan dan hak-hak asasi manusia masyarakat atau bangsa secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan.
d.   Prinsip Objektifitas atau Non Selektivitas, yaitu penolakan terhadap pendekatan atau penilaian terhadap pelaksanaan hak-hak asasi pada suatu negara oleh pihak luar, yang hanya menonjolkan salah satu jenis hak asasi manusia saja dan mengabaikan hak-hak asasi manusia lainnya.
e.   Prinsip Keseimbangan, yaitu keseimbangan dan keselarasan antara hak-hak perseorangan dan hak-hak masyarakat dan bangsa, sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk individual dab makhluk sosial sekaligus.
f.    Prinsip Kompetensi Nasional, yaitu bahwa penerapan dan perlindungan hak-hak asasi manusia merupakan kompetensi dan tanggung jawab nasional.
g.     Prinsip Negara Hukum, yaitu bahwa jaminan terhadap hak asasi manusia dalam suatu negara dituangkan dalam aturan-aturan hukum, baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis.