Masa Pergerakan Nasional (1908 - 1942), dibagi
dalam tiga tahap berikut.
1. Masa pembentukan (1908 - 1920) berdiri organisasi
seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, dan Indische Partij.
2. Masa radikal/nonkooperasi (1920 - 1930), berdiri
organisasi seperti Partai Komunis Indonesia (PKI), Perhimpunan Indonesia (PI),
dan Partai Nasional Indonesia (PNI).
3. Masa moderat/kooperasi (1930 - 1942), berdiri
organisasi seperti Parindra, Partindo, dan Gapi. Di samping itu juga berdiri
organisasi keagamaan, organisasi pemuda, dan organisasi perempuan.
a. Budi Utomo (BU)
Pada
tahun 1906 Mas Ngabehi Wahidin Sudirohusodo, merintis mengadakan kampanye
menghimpun dana pelajar (Studie Fund) di kalangan priyayi di Pulau Jawa. Upaya
dr. Wahidin ini bertujuan untuk meningkatkan martabat rakyat dan membantu para
pelajar yang kekurangan dana. Dari kampanye tersebut akhirnya pada tanggal 20
Mei 1908 berdiri organisasi Budi Utomo dengan ketuanya Dr. Sutomo. Pada mulanya
Budi Utomo bukanlah sebuah partai politik. Tujuan utamanya adalah kemajuan bagi
Hindia Belanda. Hal ini terlihat dari tujuan yang hendak dicapai yaitu
perbaikan pelajaran di sekolah-sekolah, mendirikan badan wakaf yang
mengumpulkan tunjangan untuk kepentingan belanja anak-anak bersekolah, membuka
sekolah pertanian, memajukan teknik dan industri, menghidupkan kembali seni dan
kebudayaan bumi putera, dan menjunjung tinggi cita-cita kemanusiaan dalam
rangka mencapai kehidupan rakyat yang layak. Dalam perkembangannya, dalam
organisasi Budi Utomo muncul dua aliran berikut.
· Pihak kanan,
berkehendak supaya keanggotaan dibatasi pada golongan terpelajar saja, tidak bergerak
dalam lapangan politik dan hanya membatasi pada pelajaran sekolah saja.
· Pihak kiri, yang
jumlahnya lebih kecil terdiri dari kaum muda berkeinginan ke arah gerakan
kebangsaan yang demokratis, lebih memerhatikan nasib rakyat yang menderita.
Adanya dua aliran dalam
tubuh Budi Utomo menyebabkan terjadinya perpecahan. Dr. Cipto Mangunkusumo yang
mewakili kaum muda keluar dari keanggotaan. Akibatnya gerak Budi Utomo semakin
lamban. Sejalan dengan kemerosotan aktivitas dan dukungan pribumi pada Budi
Utomo, maka pada tahun 1935 Budi Utomo mengadakan fusi ke dalam Partai
Indonesia Raya (Parindra). Sejak itu BU terus mengalami kemerosotan dan mundur
dari arena politik.
b. Sarekat Islam (SI)
Awalnya
Sarekat Islam adalah sebuah perkumpulan para pedagang yang bernama Sarekat
Dagang Islam (SDI). Pada tahun 1911, SDI didirikan di kota Solo oleh H.
Samanhudi sebagai suatu koperasi pedagang batik Jawa. Garis yang diambil oleh
SDI adalah kooperasi, dengan tujuan memajukan perdagangan Indonesia di bawah
panji-panji Islam. Keanggotaan SDI masih terbatas, maka tidak memiliki anggota
yang cukup banyak. Oleh karena itu agar memiliki anggota lebih banyak dan luas
ruang lin gkupnya, maka pada tanggal 18 September 1912, SDI diubah menjadi SI
(Sarekat Islam).
Organisasi
Sarekat Islam (SI) didirikan oleh beberapa tokoh SDI seperti H.O.S
Cokroaminoto, Abdul Muis, dan H. Agus Salim. Sarekat Islam berkembang pesat
karena bermotivasi agama Islam. SI merupakan organisasi massa pertama di
Indonesia. Pada tanggal 29 Maret 1913, para pemimpin SI mengadakan pertemuan
dengan Gubernur Jenderal Idenburg untuk memperjuangkan SI berbadan hukum.
Namun, Idenburg menyetujui SI menjadi badan hukum. Anehnya, yang mendapat
pengakuan pemerintah kolonial Belanda (Gubernur Jenderal Idenburg) justru
cabang-cabang SI yang ada di daerah. Ini merupakan taktik pemerintah kolonial
Belanda untuk memecah belah persatuan SI. Dalam kongres SI yang dilaksanakan
tahun 1921, ditetapkan adanya disiplin partai rangkap anggota. Setiap anggota
SI tidak boleh merangkap sebagai anggota organisasi lain terutama yang
beraliran komunis. Akhirnya SI pecah menjadi dua yaitu SI Putih dan SI Merah.
· SI Putih, yang
tetap berlandaskan nasionalisme dan Islam. Dipimpin oleh H.O.S. Cokroaminoto,
H. Agus Salim, dan Suryopranoto yang berpusat di Yogyakarta.
· SI Merah, yang
berhaluan sosialisme kiri (komunis). Dipimpin oleh Semaun, yang berpusat di
Semarang.
Dalam kongresnya di
Madiun, SI Putih berganti nama menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). Kemudian pada
tahun 1927 berubah lagi menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII).
Sementara itu, SI Sosialis/Komunis berganti nama menjadi Sarekat Rakyat (SR)
yang merupakan pendukung kuat Partai Komunis Indonesia (PKI).
c. Indische Partij (IP)
Indische
Partij (IP) didirikan di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912 oleh Tiga
Serangkai, yakni Douwes Dekker (Setyabudi Danudirjo), dr. Cipto Mangunkusumo,
dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara).
Organisasi
ini mempunyai cita-cita untuk menyatukan semua golongan yang ada di Indonesia,
baik golongan Indonesia asli maupun golongan Indo, Cina, Arab, dan sebagainya.
Mereka akan dipadukan dalam kesatuan bangsa dengan membutuhkan semangat
nasionalisme Indonesia. Cita-cita Indische Partij banyak disebar-luaskan
melalui surat kabar De Expres. Di samping itu juga disusun program
kerja sebagai berikut:
1)
meresapkan cita-cita nasional Hindia (Indonesia).
2)
memberantas kesombongan sosial dalam pergaulan, baik di bidang pemerintahan,
maupun kemasyarakatan.
3) memberantas
usaha-usaha yang membangkitkan kebencian antara agama yang satu dengan yang
lain.
4)
memperbesar pengaruh pro-Hindia di lapangan pemerintahan.
5)
berusaha untuk mendapatkan persamaan hak bagi semua orang Hindia.
6) dalam
hal pengajaran, kegunaannya harus ditujukan untuk kepentingan ekonomi Hindia
dan memperkuat mereka yang ekonominya lemah.
Melihat tujuan dan cara-cara mencapai tujuan
seperti tersebut di atas maka dapat diketahui bahwa Indische
Partij berdiri di atas nasionalisme yang luas menuju Indonesia merdeka.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Indische Partij merupakan
partai politik pertama di Indonesia dengan haluan kooperasi. Dalam waktu
yang singkat telah mempunyai 30 cabang dengan anggota lebih kurang 7.000 orang
yang kebanyakan orang Indo.
Oleh karena sifatnya yang progresif menyatakan diri
sebagai partai politik dengan tujuan yang tegas, yakni Indonesia merdeka
sehingga pemerintah menolak untuk memberikan badan hukum dengan
alasan Indische Partij bersifat politik dan hendak mengancam
ketertiban umum. Walaupun demikian, para pemimpin IP masih terus mengadakan propaganda
untuk menyebarkan gagasan-gagasannya.
Satu hal yang sangat menusuk perasaan pemerintah
Hindia Belanda adalah tulisan Suwardi Suryaningrat yang berjudul Als ik een
Nederlander was (seandainya saya seorang Belanda) yang isinya berupa sindiran
terhadap ketidakadilan di daerah jajahan. Oleh karena kegiatannya sangat
mencemaskan pemerintah Belanda maka pada bulan Agustus 1913 ketiga
pemimpin Indische Partij dijatuhi hukuman pengasingan dan mereka
memilih Negeri Belanda sebagai tempat pengasingannya.
Dengan diasingkannya ketiga pemimpin IP maka
kegiatan IP makin menurun. Selanjutnya, Indische
Partij berganti nama menjadi Partai Insulinde dan pada tahun
1919 berubah lagi menjadi National Indische Partij (NIP). National
Indische Partij tidak pernah mempunyai pengaruh yang besar di
kalangan rakyat dan akhirnya hanya merupakan perkumpulan orang-orang
terpelajar.
d. Perhimpunan Indonesia
Indische Vereeniging atau Perhimpunan
Hindia adalah organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda
yang berdiri pada tahun 1908.
Indische Vereeniging berdiri atas prakarsa Soetan
Kasajangan Soripada dan R.M. Noto
Soeroto yang tujuan utamanya ialah mengadakan pesta dansa-dansa dan
pidato-pidato.
Sejak Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat
(Ki Hajar Dewantara) masuk, pada 1913, mulailah mereka
memikirkan mengenai masa depan Indonesia. Mereka mulai menyadari betapa
pentingnya organisasi tersebut bagi bangsa Indonesia. Semenjak itulah vereeninging
ini memasuki kancah politik. Waktu itu pula vereeniging menerbitkan
sebuah buletin yang diberi nama Hindia Poetera, namun isinya sama sekali
tidak memuat tulisan-tulisan bernada politik.
Semula, gagasan nama Indonesisch
(Indonesia) diperkenalkan sebagai pengganti indisch (Hindia) oleh Prof Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu,
inlander (pribumi) diganti dengan indonesiër (orang Indonesia). Pada September 1922, saat pergantian
ketua antara Dr. Soetomo
dan Herman Kartawisastra
organisasi ini berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging. Saat itu
istilah "Indonesier" dan kata sifat "Indonesich" sudah
tenar digunakan oleh para pemrakarsa Politik Etis.
Para anggota Indonesische juga memutuskan untuk menerbitkan kembali majalah Hindia
Poetra dengan Mohammad Hatta sebagai pengasuhnya. Majalah ini
terbit dwibulanan, dengan 16 halaman dan biaya langganan seharga 2,5 gulden
setahun. Penerbitan kembali Hindia Poetra ini menjadi sarana untuk
menyebarkan ide-ide antikolonial. Dalam 2 edisi pertama, Hatta menyumbangkan
tulisan kritik mengenai praktik sewa tanah industri gula Hindia Belanda yang
merugikan petani.
Saat Iwa Koesoemasoemantri menjadi ketua pada 1923, Indonesische mulai
menyebarkan ide non-kooperasi yang mempunyai arti berjuang demi kemerdekaan
tanpa bekerjasama dengan Belanda. Tahun 1924, saat M. Nazir Datuk Pamoentjak menjadi ketua,
nama majalah Hindia Poetra berubah menjadi Indonesia Merdeka.
Tahun 1925
saat Soekiman Wirjosandjojo nama organisasi ini
resmi berubah menjadi Perhimpunan
Indonesia (PI).
Hatta menjadi Voorzitter
(Ketua) PI terlama yaitu sejak awal tahun 1926 hingga 1930, sebelumnya setiap
ketua hanya menjabat selama setahun. Perhimpunan Indonesia kemudian
menggalakkan secara terencana propaganda tentang Perhimpunan Indonesia ke luar
negeri Belanda.
Tokoh-tokoh lain yang menjadi
anggota organisasi ini antara lain: Achmad
Soebardjo, Soekiman Wirjosandjojo, Arnold
Mononutu, '''Soedibjo
Wirjowerdojo''', Prof Mr Sunario Sastrowardoyo, Sastromoeljono, Abdul Madjid, Sutan Sjahrir,
Sutomo,
Ali Sastroamidjojo, dll.
Pada 1926, Mohammad
Hatta diangkat menjadi ketua Perhimpunan Indonesia/Indische
Vereeniging. Di bawah kepemimpinannya, PI memperlihatkan perubahan. Perhimpunan
ini lebih banyak memperhatikan perkembangan pergerakan nasional di Indonesia
dengan memberikan banyak komentar di media massa
di Indonesia.[4]
Semaun
dari PKI
datang kepada Hatta sebagai pimpinan PI untuk menawarkan pimpinan pergerakan
nasional secara umum kepada PI. Stalin membatalkan keinginan Semaun dan sebelumnya Hatta
memang belum bisa percaya pada PKI. Di masa kepemimpinannya, majalah PI, yakni Indonesia Merdeka
banyak disita pihak kepolisian, maka masuknya majalah ini dengan cara
penyelundupan.
e. Partai Komunis Indonesia (PKI)
Benih-benih paham Marxis dibawa masuk ke Indonesia
oleh seorang Belanda yang bernama H.J.F.M. Sneevliet. Atas dasar Marxisme
inilah kemudian pada tanggal 9 Mei 1914 di Semarang, Sneevliet bersama-sama
dengan J.A. Brandsteder, H.W. Dekker, dan P. Bersgma berhasil mendirikan
Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV). Ternyata ISDV tidak dapat
berkembang sehingga Sneevliet melakukan infiltrasi (penyusupan) kader-kadernya
ke dalam tubuh SI dengan menjadikan anggota-anggota ISDV sebagai anggota SI,
dan sebaliknya anggota-anggota SI menjadi anggota ISDV.
Dengan cara itu Sneevliet dan kawan-kawannya telah
mempunyai pengaruh yang kuat di kalangan SI, lebih-lebih setelah berhasil
mengambil alih beberapa pemimpin SI, seperti Semaun dan Darsono. Mereka inilah
yang dididik secara khusus untuk menjadi tokoh-tokoh Marxisme tulen. Akibatnya
SI Cabang Semarang yang sudah berada di bawah pengaruh ISDV semakin jelas warna
Marxisnya dan selanjutnya terjadilah perpecahan dalam tubuh SI.
Pada tanggal 23 Mei 1923 ISDV diubah menjadi Partai
Komunis Hindia dan selanjutnya pada bulan Desember 1920 menjadi Partai Komunis
Indonesia. (PKI). Susunan pengurus PKI , antara lain Semaun (ketua), Darsono
(wakil ketua), Bersgma (sekretaris), dan Dekker (bendahara).
PKI semakin aktif dalam percaturan politik dan
untuk menarik massa maka dalam propagandanya PKI menghalalkan secara cara.
Sampai-sampai tidak segan-segan untuk mempergunakan kepercayaan rakyat kepada
ayat-ayat Al - Qur'an dan Hadis bahkan juga Ramalan Jayabaya dan Ratu
Adil.
Kemajuan yang diperolehnya ternyata membuat PKI
lupa diri sehingga merencanakan suatu petualangan politik. Pada tanggal 13
November 1926 PKI melancarkan pemberontakan di Batavia dan disusul di
daerah-daerah lain, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Di Sumatra
Barat pemberontakan PKI dilancarkan pada tanggal 1 Januari 1927. Dalam waktu
yang singkat semua pemberontakan PKI tersebut berhasil ditumpas. Akhirnya,
ribuan rakyat ditangkap, dipenjara, dan dibuang ke Tanah Merah dan Digul Atas
(Papua).
f. Partai Nasional Indonesia (PNI)
Tujuan PNI adalah
mencapai Indonesia merdeka. Untuk mencapai tujuan tersebut, PNI menggunakan
tiga asas yaitu self, help, dan nonmendiancy (berjuang dengan usaha sendiri),
sikapnya terhadap pemerintah juga antipati dan nonkooperasi. Kongres Partai
Nasional Indonesia yang pertama kali diadakan di Surabaya, tanggal 27 – 30 Mei
1928. Peranan PNI dalam pergerakan nasional Indonesia sangat besar. Ketika
pengawasan terhadap kegiatan politik dilakukan semakin ketat, berkembanglah
desas desus bahwa PNI akan mengadakan pemberontakan, maka empat tokoh PNI yaitu
Ir. Soekarno, R. Gatot Mangkuprojo, Markun Sumodiredjo, dan Supriadinata
ditangkap dan dijatuhi hukuman oleh pengadilan Bandung. Dalam suatu kongres
luar biasa di Jakarta tanggal 25 April 1931, diambil keputusan untuk
membubarkan PNI. Mr. Sartono kemudian mendirikan Partindo. Mereka yang tidak
setuju dengan pembubaran masuk dalam Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru)
yang didirikan oleh Drs. Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir. Baik Partindo maupun
PNI Baru, masih memakai asas PNI yang lama yaitu self, help, dan nonkooperasi
g. Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik
Kebangsaan Indonesia (PPPKI)
PPPKI dibentuk di
Bandung pada tanggal 17 - 18 Desember 1927. Beranggotakan organisasi-organisasi
seperti Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), Budi Utomo (BU), PNI, Pasundan,
Sumatranen Bond, Kaum Betawi, dan Kaum Studi Indonesia.
h. Partai Indonesia (Partindo)
Ketika Ir. Soekarno yang
menjadi tokoh dalam PNI ditangkap pada tahun 1929, maka PNI pecah menjadi dua
yaitu Partindo dan PNI Baru. Partindo didirikan oleh Sartono pada tahun 1929.
Dasar Partindo sama dengan PNI yaitu nasional. Tujuannya adalah mencapai
Indonesia merdeka. Asasnya pun juga sama yaitu self help dan nonkooperasi.
Partindo semakin kuat setelah Ir. Soekarno bergabung ke dalamnya pada tahun
1932, setelah dibebaskan dari penjara. Namun, karena kegiatan-kegiatannya yang
sangat radikal menyebabkan pemerintah melakukan pengawasan yang cukup ketat.
Karena tidak bisa berkembang, maka tahun 1936 Partindo bubar.
i. Partai Indonesia Raya (Parindra)
Partai Indonesia Raya atau Parindra
adalah suatu partai
politik
yang berdasarkan nasionalisme Indonesia dan menyatakan
tujuannya adalah Indonesia Mulia dan Sempurna (bukan Indonesia Merdeka).
Parindra menganut azas cooperatie alias bekerja sama dengan pemerintah Hindia Belanda dengan cara duduk di dalam dewan-dewan untuk waktu
yang tertentu.
Dr. Soetomo, salah seorang pendiri Budi Utomo, pada akhir tahun 1935 di kota Solo, Jawa Tengah berusaha untuk menggabungkan antara PBI (Persatuan Bangsa Indonesia), Serikat Selebes, Serikat Sumatera, Serikat Ambon, Budi
Utomo, dan lainnya, sebagai tanda berakhirnya fase kedaerahan dalam pergerakan
kebangsaan, menjadi Partai Indonesia Raya atau Parindra. PBI sendiri merupakan
klub studi yang didirikan Dr. Soetomo pada tahun 1930 di Surabaya, Jawa Timur.
Tokoh-tokoh lain yang
ikut bergabung dengan Parindra antara lain Woeryaningrat, Soekardjo
Wirjopranoto,Raden Mas Margono
Djojohadikusumo,
R. Panji Soeroso dan Mr. Soesanto Tirtoprodjo. Parindra berusaha menyusun kaum
tani
dengan mendirikan Rukun Tani, menyusun serikat pekerja perkapalan dengan mendirikan Rukun
Pelayaran Indonesia (Rupelin), menyusun perekonomian dengan menganjurkan Swadeshi
(menolong diri sendiri), mendirikan Bank Nasional Indonesia di Surabaya,
serta mendirikan percetakan-percetakan yang menerbitkan surat kabar dan
majalah.
Kegiatan Parindra ini mendapat
semakin mendapatkan dukungan dari Gubernur
Jenderal Hindia Belanda pada saat itu, van
Starkenborg, yang menggantikan de Jonge
pada tahun 1936.
Gubernur Jenderal van Starkenborg memodifikasi politiestaat peninggalan
de Jonge, menjadi beambtenstaat (negara pegawai) yang memberi konsensi yang lebih baik
kepada organisasi-organisasi
yang kooperatif dengan
pemerintah Hindia Belanda.
Pada tahun 1937, Parindra memiliki
anggota 4.600 orang. Pada akhir tahun 1938, anggotanya menjadi
11.250 orang. Anggota ini sebagian besar terkonsentrasi di Jawa Timur. Pada
bulan Mei
1941 (menjelang perang
Pasifik), Partai Indonesia Raya diperkirakan memiliki anggota sebanyak 19.500
orang.
Ketika Dr. Soetomo meninggal
pada bulan Mei 1938, kedudukannya sebagai ketua Parindra digantikan oleh Moehammad Hoesni Thamrin (MHT), seorang pedagang
dan anggota Volksraad.
Sebelum menjadi ketua Parindra, Moehammad Hoesni Thamrin telah mengadakan
kontak-kontak dagang dengan Jepang sehingga ia memainkan kartu Jepang ketika ia
berada di panggung politik Volksraad.
Karena aktivitas politiknya
yang menguat dan kedekatannya dengan Jepang, pemerintah Hindia Belanda
menganggap Thamrin lebih berbahaya daripada Soekarno.
Maka pada tanggal 9 Februari 1941, rumah Moehammad
Hoesni Thamrin digeledah oleh PID (dinas rahasia Hinda Belanda) ketika ia
sedang terkena penyakit malaria, selang dua hari kemudian Muhammad Husni Thamrin
menghembuskan napas yang terakhir.
Salah satu bukti kedekatan
Parindra dengan Jepang yaitu ketika Thamrin meninggal dunia, para anggota
Parindra memberikan penghormatan dengan mengangkat tangan kanannya. Bukti lain
adalah pembentukan gerakan pemuda yang disebut Surya Wirawan (Matahari
Gagah Berani), yang disinyalir nama ini bertendensi dengan negara Jepang.
Dengan demikian Parindra
digambarkan sebagai partai yang bekerjasama dengan pemerintahan Hindia Belanda
di awal berdirinya, akan tetapi dicurigai di akhir kekuasaan Hindia Belanda di
Indonesia pada tahun 1942
sebagai partai yang bermain mata dengan Jepang untuk memperoleh kemerdekaan.
j. Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo)
Gerakan Rakyat Indonesia
(Gerindo) didirikan di Jakarta pada tanggal 24 Mei 1937 oleh orang-orang bekas
Partindo. Tokoh-tokohnya antara lain Sartono, Sanusi Pane, dan Moh. Yamin.
Dasar dan tujuannya adalah nasional dan mencapai Indonesia Merdeka. Gerindo
juga menganut asas insidental yang sama dengan Parindra dengan tujuan mencapai
Indonesia Merdeka, memperkokoh ekonomi Indonesia, mengangkat kesejahteraan kaum
buruh, dan memberi bantuan bagi kaum pengangguran.
k. Gabungan Poilitik Indonesia (Gapi)
Gabungan Politik Indonesia (GAPI) adalah suatu organisasi payung dari partai-partai dan
organisasi-organisasi politik. GAPI berdiri pada tanggal 21 Mei
1939 di dalam rapat
pendirian organisasi nasional di Jakarta. Walaupun tergabung dalam GAPI,
masing-masing partai tetap mempunyai kemerdekaan penuh terhadap program
kerjanya masing-masing dan bila timbul perselisihan antara partai-partai, GAPI
bertindak sebagai penengah.
Untuk pertama sekali pimpinan dipegang oleh Muhammad Husni Thamrin, Mr. Amir Syarifuddin, Abikusno Tjokrosujono. Di dalam anggaran dasar di
terangkan bahwa GAPI berdasar kepada:
- Hak untuk menentukan diri sendiri
- Persatuan nasional dari seluruh, bangsa Indonesia dengan berdasarkan kerakyatan dalam paham politik, ekonomi dan sosial.
- Persatuan aksi seluruh pergerakan Indonesia
Dalam konfrensi pertama GAPI
tanggal 4 Juli
1939 telah dibicarakan
aksi GAPI dengan semboyan "Indonesia berparlemen". September 1939
GAPI mengeluarkan suatu pernyataan yang kemudian dikenal dengan nama Manifest GAPI. Isinya
mengajak rakyat Indonesia dan rakyat negeri Belanda untuk bekerjasama
menghadapi bahaya fasisme
dimana kerjasama akan lebih berhasil apabila rakyat Indonesia diberikan hak-hak
baru dalam urusan pemerintahan. Yaitu suatu pemerintahan dengan parlemen yang
dipilih dari dan oleh rakyat, dimana pemerintahan tersebut bertanggungjawab
kepada parlemen tersebut.
Untuk mencapai tujuan yang
dicita-citakan, GAPI menyerukan agar perjuangan GAPI disokong oleh semua
lapisan rakyat Indonesia. Seruan itu disambut hangat oleh pers Indonesia dengan
memberitakan secara panjang lebar mengenai GAPI bahkan sikap beberapa negara di
Asia dalam menghadapi bahaya fasisme juga diuraikan secara khusus.
GAPI sendiri juga mengadakan
rapat-rapat umum yang mencapai puncaknya pada tanggal 12 Desember
1939 dimana tidak kurang
dari 100 tempat di Indonesia mengadakan rapat memprogandakan tujuan GAPI.
Selanjutnya GAPI membentuk Kongres Rakyat
Indonesia (KRI). Kongres Rakyat Indonesia diresmikan sewaktu
diadakannya pada tanggal 25 Desember 1939 di Jakarta.
Tujuannya adalah "Indonesia Raya" bertujuan untuk kesejahteraan
rakyat Indonesia dan kesempatan cita-citanya. Dalam kongres ini berdengunglah
suara dan tututan "Indonesia berparlemen". Keputusan yang lain yang
penting diantaranya, penerapan Bendera Merah Putih
dan Lagu Indonesia Raya sebagai bendera dan lagu
persatuan Indonesia dan peningkatan pemakaian bahasa
Indonesia bagi rakyat Indonesia.
Walaupun berbagai upaya telah
diadakan oleh GAPI namun tidak membawa hasil yang banyak. Karena situasi
politik makin gawat akibat Perang Dunia
II, pemerintah kolonial Hindia
Belanda mengeluarkan peraturan inheemse militie dan
memperketat izin mengadakan rapat.
l. Organisasi Keagamaan
Muhammadiyah adalah
organisasi Islam modern yang didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November
1912 oleh K.H. Ahmad Dahlan. Dalam perkembangannya, Muhammadiyah menghadapi
tantangan dari golongan Islam konservatif. Mereka melihat Muhammadiyah begitu
terbuka terhadap kebudayaan Barat sehingga khawatir kemurnian Islam akan
dirusakkan. Oleh karena itu para ulama mendirikan Nahdlatul Ulama pada tahun
1926. Gerakan NU dipelopori oleh K.H. Hasyim Asy’ari. Gerakan Muhammadiyah
banyak mendapat simpati termasuk pemerintah kolonial Belanda karena
perjuangannya tidak bersifat konfrontatif (menentang). Dalam Kongres
Muhammadiyah yang berlangsung dari tanggal 12 - 17 Maret 1925 di Yogyakarta,
diperbincangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan pengajaran Islam, mass
media Islam, dan buku-buku tentang Islam yang berbahasa Jawa.
m. Kongres Pemuda
Organisasi kepemudaan yang terbentuk pada masa
kebangkitan nasional merupakan akibat langsung berdirinya Budi Utomo, sehingga
menyadarkan para pemuda untuk ikut memperjuangkan nasib bangsa Indonesia, namun
organisasi kepemudaan ini masih bersifat kedaerahan. Ada beberapa organisasi
yang berdiri di Indonesia antara lain :
A. Tri Koro Dharmo
Organisasi kepemudaan yang pertama muncul adalah Tri
Koro Dharmo (Tiga Tujuan Mulia), yang didirikan oleh R. Satiman Wiryo
Sandjojo, Kadarman, dan Sunardi pada 7 maret 1915 di Jakarta. Tujuan
didirikannya Tri Koro Dharmo ialah agar pemuda Jawa ikut berjuang mewujudkan
kemerdekaan Indonesia.
Asas perjuangan Tri Koro Dharmo yaitu :
1. Menimbulkan pertalian antara murid-murid bumi
putera pada sekolah menengah, kursus perguruan sekolah guru, dan sekolah kejuruan.
2. Menambah pengetahuan bagi anggotanya.
3. Membangkitkan dan mempertajam perasaan buat segala
bahasa dan budaya Indonesia, khususnya Jawa.
Karena Jawa yang
sifatnya sentries, Tri Koro Dharmo kurang berkembang maka Tri Koro Dharmo
diubah menjadi Jong Java pada tahun 1918. Berdirinya Jong Java maka lahirlah
organisasi kepemudaan daerah lainnya di Indonesia, seperti Jong Sumatera, Jong
Ambon, Jong Minahasa, dan sebagainya.
B. Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI)
Semakin
banyaknya organisasi kepemudaan yang berdiri pada masa kebangkitan nasional,
mengilhami para mahasiswa di Bandung membentuk Perhimpunan Pelajar-Pelajar
Indonesia (PPPI) pada tahun 1925. Anggota-anggotanya terdiri atas para pelajar
di Bandung dan Jakarta untuk bersama-sama memerdekakan tanah air Indonesia.
C. Jong Indonesia
Jong Indonesai
berdiri di Bandung pada tahun 1927. Organisasi oni merupakan perkumpulan dari
organisasi-organisasi kepemudaan yang ada di Indonesia. Tujuan dibentuknya Jong
Indonesia untuk menyatukan seluruh pamuda di Indonesia dan yang memelopori
penyelenggaraan Kongres Pemuda di Jakarta yang di ikuti oleh seluruh organisasi
kepemudaan di Indonesia yang menghasilkan Sumpah Pemuda.
I.
Kongres Pemuda I
Kongres Pemuda I diadakan di Jakarta pada tanggal 30
April 1926, diketuai oleh Muh. Tabrani dari PPKI. Hasil Kongres Pemuda I yaitu :
1. Mengusulkan agar semua perkumpulan pemuda bersatu dalam organisasi pemuda
Indonesia, baik secara fusi maupun federasi.
2. Mempersiapkan diselenggaranya Kongres Pemuda ke II.
II.
Kongres Pemuda II
Kongres Pemuda II diadakan di Jakarta tanggal 27-28
Oktober 1928, dihadiri oleh wakil-wakil organisasi pemuda di seluruh daerah,
dan diketuai oleh Seogondo Djojopeospito dari PPPI.
Hasil Kongres Pemuda II yaitu
:
1.
Menyepakati seluruh organisasi kepemudaan di
Indonesia berfusi atau meleburkan ke dalam Indonesia Muda.
2.
Para pemuda yang hadir dalam kongres, mengikrarkan Sumpah
Pemuda yang berisi suatu kesepakatan : satu tanah air, Indonesia; satu
bangsa, Indonesia; dan menjujung tinggi bahasa persatuan, Indonesia.