Disusum
oleh :
Kelompok
3 XI – KI 1
1.
Ainun Adji P (05)
2.
An Nes Niwayatul (10)
3.
Anita Yuli P (12)
4.
Anti Kartika D (13)
5.
Ariel Omar A (16)
6.
Dewi Rahmawati (23)
7.
Fauzia Moeklis (35)
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB 1 Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
1.2
Rumusan Masalah
1.3
Tujuan
BAB 2 Isi
A. Pengertian
B. Macam
– macam
C. Sifat
dan Karakteristik
D. Bahan
– bahan dalam Pembuatan Sabun
E. Proses
Pembuatan Sabun
BAB 3 Penutup
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sabun adalah senyawa yang dihasilkan
dari reaksi antara asam lemak dengan alkali basa .Asam lemak ini terdapat di
dalam minyak nabati dan lemak hewan.Reaksi dari minyak nabati dan lemak hewan
dengan alkali disebut dengan reaksi saponifikasi.Selain berasal dari minyak
atau lemak, sabun juga dibuat dari minyak bumi dan gas alam maupun langsung
dari tanaman.
Dalam sejarah pengetahuan Sumaria,
sabun dibuat dari campuran minyak dengan abu yang berasal dari pembakaran
kayu.Sabun yang dihasilkan disebut dengan sabun kalium dan digunakan untuk
mencuci bulu domba.Sabun juga ditemukan dalam catatan medis Mesir Kuno, yang
menyebut sabun berasal dari soda alami yang disebut dengan natron yang
dihasilkan dari dehidrasi Natrium Karbonat dan dicampur dengan lemak nabati.
Dewasa ini banyak pabrik yang memproduksi sabun dalam berbagai macam bantuk dan
merk. Masing-masing sabun yang diproduksi memiliki spesifikasi dan mutu
tersendiri kemajuan ini terjadi seiring dengan kebutuhan manusia dan
perkembangan IPTEK.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang modern saat ini, telah banyak pula
sabun-sabun dibuat untuk maksud pencegehan atau pengobatan terhadap penyakit
kulit, sehari-hari pemakaian sabun seiiring digunakan sebagai sabun mandi, di
Rumah sakit sering dipakai oleh para dokter dan perawat untuk mencuci tangan
sebelum dan setelah melakukan operasi atau perawatan terhadap pasiennya.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa
bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan sabun ?
b. Apa
kegunaan sabun ?
c. Bagaimana
reaksi dan proses pembuatan sabun?
d. Bagaimana
karakteristik sabun ?
1.3 Tujuan
a. Agar
murid dapat mengetahui bahan apa saja yang digunakan dalam proses pembuatan
sabun.
b. Agar
murid paham bagaimana reaksi pada proses pembuatan sabun dan proses
pembuatannya itu sendiri
BAB
2
ISI
A.
Pengertian
Sabun merupakan bahan logam alkali (basa) dengan rantai asam monocarboxylic
yang panjang. Larutan alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun bergantung
pada jenis sabun tersebut. Larutan alkali yang biasa digunakan pada sabun keras
adalah Natrium Hidroksida (NaOH) dan alkali yang biasa digunakn pada sabun
lunak adalah Kalium Hidroksida (KOH).
Sabun berfungsi untuk mengemulsi kotoran-kotoran berupa minyak ataupun zat
pengotor lainnya. Sabun dibuat melalui proses saponifikasi lemak minyak dengan
larutan alkali membebaskan gliserol. Lemak minyak yang digunakan dapat berupa
lemak hewani, minyak nabati, lilin, ataupun minyak ikan laut.
Pada saat ini teknologi sabun telah berkembang pesat. Sabun dengan jenis
dan bentuk yang bervariasi dapat diperoleh dengan mudah dipasaran seperti sabun
mandi, sabun cuci baik untuk pakaian maupun untuk perkakas rumah tangga, hingga
sabun yang digunakan dalam industri.
Kandungan zat-zat yang terdapat pada sabun juga bervariasi sesuai dengan
sifat dan jenis sabun. Zat-zat tersebut dapat menimbulkan efek baik yang
menguntungkan maupun yang merugikan. Oleh karena itu, konsumen perlu
memperhatikan kualitas sabun dengan teliti sebelum membeli dan menggunakannya.
Pada pembuatan sabun, bahan dasar yang biasa digunakan adalah : C12 – C18
Jika : < C 12 : Iritasi pada kulit
>C20 : Kurang larut (digunakan sebagai
campuran)
Sabun murni terdiri dari 95% sabun aktif dan sisanya adalah air, dliserin, garam dan impurity lainnya.Semua minyak atau
lemak pada dasarnya dapat digunakan untuk membuat sabun. Lemak dan minyak
nabati merupakan dua tipe ester. Lemak merupakan campuran ester yang dibuat
dari alcohol dan asam karboksilat seperti asam stearat, asam oleat dan asam
palmitat. Lemak padat mengandung ester dari gliserol dan asam palmitat,
sedangkan minyak, seperti minyak zaitun mengandung ester dari gliserol asam
oleat.
B.
Macam-macam
a.
Shaving Cream
Shaving Cream disebut juga dengan
sabun Kalium. Bahan dasarnya adalah campuran minyak kelapa dengan asam stearat
dengan perbandingan 2:1.
b.
Sabun Cair
Sabun cair dibuat melalui proses
saponifikasi dengan menggunakan minyak jarak serta menggunakan alkali (KOH).
Untuk meningkatkan kejernihan sabun, dapat ditambahkan gliserin atau alkohol.
c.
Sabun kesehatan
Sabun kesehatan pada dasarnya
merupakan sabun mandi dengan kadar parfum yang rendah, tetapi mengandung
bahan-bahan antiseptic dan bebas dari bakteri adiktif. Bahan-bahan yang
digunakan dalam sabun ini adalah tri-salisil anilida, tri-klor carbanilyda,
irgassan Dp300 dan sulfur.
d.
Sabun Chip
Pembutan sabun chip tergantung
pada tujuan konsumen didalam menggunakan sabun yaitu sebagai sabun cuci atau
sabun mandi dengan beberapa pilihan komposisi tertentu. Sabun chip dapat dibuat
dengan berbagai cara yaitu melalui pengeringan, atau menggiling atau menghancurkan
sabun yang berbentuk batangan.
e.
Sabun Bubuk untuk mencuci
Sabun bubuk dapat diproduksi
melalui dr y-m ixing. Sabun bubuk mengandung bermacam-macam komponen
seperti sabun, sodasah, sodium metaksilat, sodium karbonat, sodium sulfat, dan
lain-lain.
C.
Sifat
dan Karakteristik
a.
Sabun bersifat basa.
Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi
sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air
bersifat basa.
CH3(CH2)16COONa + H2O → CH3(CH2)16COOH + NaOH
b.
Sabun menghasilkan buih atau busa.
Jika larutan sabun dalam air diaduk maka akan menghasilkan
buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun
dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap.
CH3(CH2)16COONa + CaSO4 →Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2
c.
Sabun mempunyai sifat membersihkan.
Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam
natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar
maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul
sabun mempunyai rantai hydrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang
bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organic sedangkan
COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air.
Non polar :
CH3(CH2)16
Polar :
COONa+
(larut dalam miyak, hidrofobik, (larut dalam air, hidrofilik,memisahkan kotoran
non polar) memisahkan kotoran polar)
Molekul-molekul sabun terdiri dari rantai hidrokarbon yang
panjang dengan satu gugus ionik yang sangat polar pada salah satu
ujungnya.Ujung ini bersifat hidrofilik (tertarik atau larut dalam air) dan
ujung rantai hidrokarbon bersifat lipofilik (tertarik atau larut dalam minyak
dan lemak).Pengotor umumnya melekat pada pakaian atau badan dalam bentuk lapisan
minyak yang sangat tipis.Jika lapisan minyak ini dapat dibuang,
partikel-partikel pengotor dikatakan telah tercuci. Dalam proses pencucian,
lapisan minyak sebagai pengotor akan tertarik oleh ujung lipofilik sabun,
kemudian kotoran yang telah terikat dalam air pencuci karena ujung yang lain
(hidrofilik) dari sabun larut dalam air.
d.
Viskositas
Setelah minyak atau lemak
disaponifikasi dengan alkali, maka akan dihasilkan sabun yang memiliki
viskositas yang lebih besar dari pada minyak atau alkali. Pada suhu di atas 75o
C viskositas sabun tidak dapat meningkat secara signifikan, tapi di bawah suhu
75o C viskositasnya dapat meningkatkan secara cepat.Viskositas sabun tergantung
pada temperature sabun dan komposisi lemak atau minyak yang dicampurkan.
e.
Panas Jenis
Panas jenis sabun adalah 0,56 Kal/g.
f.
Densitas
Densitas sabun murni berada pada
range 0,96g/ml – 0,99g/ml.
D.
Bahan-Bahan
dalam Pembuatan Sabun
1. Bahan Baku: Minyak/Lemak
Minyak/lemak merupakan senyawa
lipid yang memiliki struktur berupa ester dari gliserol. Pada proses pembuatan
sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak
hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan
ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang (± 28°C), sedangkan
lemak akan berwujud padat.
Minyak tumbuhan maupun lemak
hewan merupakan senyawa trigliserida. Trigliserida yang umum digunakan sebagai
bahan baku pembuatan sabun memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon
antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan panjang rantai karbon kurang dari 12
akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan
membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air. Kandungan asam lemak
tak jenuh, seperti oleat, linoleat, dan linolenat yang terlalu banyak akan
menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga sabun
menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik
lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan
rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah
meleleh pada temperatur tinggi.
Jenis-jenis Minyak atau Lemak
Jumlah minyak atau lemak yang digunakan
dalam proses pembuatan sabun harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti :
kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah
berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atau lemak yang
biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya :
- Tallow.
Tallow adalah lemak sapi atau
domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging sebagai hasil samping.
Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari
asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow
dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow
dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat
adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari
tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada tallow umumnya di atas 40°C.
Tallow dengan titer di bawah 40°C dikenal dengan nama grease.
- Lard.
Lard merupakan minyak babi yang
masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam
lemak jenuh seperti stearat (35 ~ 40%). Jika digunakan sebagai pengganti
tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi
ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah
berbusa.
- Palm
Oil (minyak kelapa sawit).
Minyak kelapa sawit umumnya
digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari
pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan
karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan
sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang
terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa.
Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak
kelapa sawit harus dicampur dengan bahan lainnya.
- Coconut
Oil (minyak kelapa).
Minyak kelapa merupakan minyak
nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa
berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang
dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang
tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi
yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak
kaproat, kaprilat, dan kaprat.
- Palm
Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit).
Minyak inti kelapa sawit
diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam
lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai
pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak
jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak
kelapa.
- Palm
Oil Stearine (minyak sawit stearin).
Minyak sawit stearin adalah
minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit dengan
pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini
adalah stearin.
- Marine
Oil.
Marine oil berasal dari mamalia
laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh
yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum
digunakan sebagai bahan baku.
- Castor
Oil (minyak jarak).
Minyak ini berasal dari biji
pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan.
- Olive
oil (minyak zaitun).
Minyak zaitun berasal dari
ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna
kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras
tapi lembut bagi kulit.
- Campuran
minyak dan lemak.
Industri pembuat sabun umumnya
membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak
kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling
melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang
tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan
dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.
2.
Bahan Baku: Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan
dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines.
NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun,
merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH
banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut
dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan
dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida
(minyak atau lemak).
Ethanolamines merupakan golongan
senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut dapat digunakan untuk membuat sabun dari
asam lemak. Sabun yang dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa,
dan mampu menurunkan kesadahan air. Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan
minyak kelapa menunjukkan sifat mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum
digunakan sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah
tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh industri sabun
dengan tujuan untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu.
3.
Bahan Pendukung
Bahan baku pendukung digunakan
untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun
dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan.
Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif.
Ø NaCl
merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada
produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam
sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk
air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan
produk sabun dan gliserin.
Ø Bahan
aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan
untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan
aditif tersebut antara lain : Builders, Fillers inert, Anti oksidan,
Pewarna,dan parfum.
1. Builders (Bahan Penguat)
Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral
mineral yang terlarut pada air, sehingga bahan bahan lain yang berfungsi untuk
mengikat lemak dan membasahi permukaan dapat berkonsentrasi pada fungsi
utamanya. Builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar
proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan
dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas. Yang sering digunakan sebagai
builder adalah senyawa senyawa kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium
karbonat, natrium silikat atau zeolit.
2. Fillers Inert (Bahan Pengisi)
Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku.
Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume.
Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku sabun semata mata ditinjau dari
aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi sabun digunakan sodium
sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra
sodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih,
berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air.
3. Pewarna
Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan agar
memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun ataupun membeli
sabun dengan warna yang menarik. Biasanya warna-warna sabun itu terdiri dari
warna merah, putih, hijau maupun orange.
4. Parfum
Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang peranan besar
dalam hal keterkaitan konsumen akan produk sabun. Artinya, walaupun secara
kualitas sabun yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan
berakibat fatal dalam penjualannya. Parfum untuk sabun berbentuk cairan
berwarna kekuning kuningan dengan berat jenis 0,9. Dalam perhitungan, berat
parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke mililiter. Sebagai patokan 1 g
parfum = 1,1ml. Pada dasarnya, jenis parfum untuk sabun dapat dibagi ke dalam
dua jenis, yaitu parfum umum dan parfum ekslusif. Parfum umum mempunyai aroma
yang sudah dikenal umum di masyarakat seperti aroma mawar dan aroma kenanga.
Pada umumnya, produsen sabun menggunakan jenis parfum yang ekslusif. Artinya,
aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada produsen lain yang
menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif ini diimbangi dengan harganya yang
lebih mahal dari jenis parfum umum. Beberapa nama parfum yang digunakan dalam
pembuatan sabun diantaranya bouquct deep water, alpine, dan spring flower.
E.
Proses
Pembuatan Sabun
1.
Direct Saponification
Saponifikasi langsung lemak dan
minyak adalah proses tradisional yang digunakan untuk produksi sabun. Secara
komersial, hal ini dilakukan melalui proses kettle boiling batch atau proses
kontinu.
a. Boiler Batch Process
Proses ini menghasilkan sabun dalam
jumlah besar, menggunakan tangki baja terbuka yang dikenal dengan ketel yang
dapat menyimpan hingga 130.000 kg bahan. Ketel dengan dasar kerucut ini yang
berisi koil uap terbuka untuk pemanasan dan agitasi. Untuk membuat sabun oleh
proses lemak, dan minyak, soda kaustik, garam, dan air secara bersamaan
ditambahkan ke ketel. Untuk menyelesaikan proses penyabunan, batch sabun
dipanaskan untuk jangka waktu tertentu menggunakan steam sparging.
Setelah menyelesaikan reaksi penyabunan,
garam tambahan akan ditambahkan ke dalam ketel yang dipanaskan dengan uap untuk
mengubah campuran dari fase campuran neat-sabun ke campuran curd soap–lye seat
biphasic. Proses ini biasanya disebut dengan membuka butir sabun. Dadih sabun
yang tersisa di ketel biasanya dicuci beberapa kali dengan menambahkan air
untuk mengubahnya kembali ke neat sabun dan mengulangi penambahan garam,
mendidihkan, dan proses pemisahan.
Proses mencuci memberikan yang
lebih baik menghilangkan kotoran dari gliserol dan sabun. Setelah pencucian
akhir, tingkat air di dalam sabun dadih yang tersisa dalam ketel disesuaikan
untuk mencapai sifat-sifat fisik yang tepat untuk pengolahan tambahan. Proses
ini, disebut sebagai fitting. Produk yang tersisa dalam ketel adalah sabun
murni dengan konsentrasi 70% dengan garam dan gliserol tingkat rendah. Proses
ini memakan waktu lama dan memerlukan beberapa hari untuk menyelesaikannya.
b. Continuous Saponification Systems
Sebuah inovasi yang relatif baru
dalam produksi sabun, sistem ini telah menghasilkan efisiensi pengolahan yang
lebih baik dan waktu pengolahan yang jauh lebih pendek. Ada beberapa sistem
komersial yang tersedia, bahkan walaupun sistem ini berbeda dalam aspek desain
atau operasi-operasi tertentu, semua proses saponifikasi lemak dan minyak untuk
sabun sama dengan proses umum.(Gambar ).
Umpan berupa campuran lemak
dan minyak terus dimasukkan ke dalam pressurized, heated vessel yang biasa
disebut sebagai autoclave, bersama dengan sejumlah kaustik soda, air, dan
garam. Pada suhu (120o C) dan tekanan (200 kPa) waktu yang digunakan untuk
reaksi saponifikasi lebih cepat (<30 menit).Setelah dikontakkan dengan waktu
kontak yang relatif singkat pada autoclave, neat sabun dan campuran alkali
dipompakan ke dalam cooling mixer denagn suhu di bawah 100oC.Hasil produk
kemudian dipompakan ke dalam static separator dimana campuran alkali dengan
kandungan gliserol (25–30%) dipisahkan dari neat sabun menggunakan pengaruh
gravitasi atau settling (pengendapan).
Neat sabun kemudian dicuci
dengan larutan alkali dan garam. Hal ini sering dilakukan dalam sebuah kolom
vertikal, yang merupakan suatu tabung yang terbuka berupa proses mixing or
baffle stages. Neat sabun dimasukkan ke bagian bawah kolom dan alkali atau
larutan garam dipompakan dari atas.Neat sabun yang masih bisa direcovery berada
di atas kolom sedangkan alkali atau larutan garam berada di bawah. Proses
pencucian menghilangkan impurities dan menghasilkan gliserol yang akan diproses
lanjut. Proses pemisahan akhir menggunakan centrifugal, setelah dipisahkan,
residu alkali dalam neat soap dinetralisasi melalui penambahan asam lemak yang
akurat dalam steam-jacketed mixing vessel (crutcher). Sabun kini siap untuk
digunakan dalam pembuatan sabun batang.
2. Netralisasi
Asam Lemak
Pendekatan lain untuk
memproduksi sabun adalah melalui netralisasi asam lemak dengan kaustik.
Pendekatan ini membutuhkan proses bertahap di mana asam lemak diproduksi
melalui hidrolisis lemak dan minyak dengan air, diikuti dengan netralisasi
berikutnya dengan kaustik. Pendekatan ini memiliki sejumlah keuntungan lebih
dibanding proses saponifikasi secara umum.
3. Tahap
Hidrolisis
Tahapan hidrolisis lemak dan minyak
dengan air membutuhkan pencampuran yang baik dimana secara normal keduanya
merupakan fasa yang tidak saling larut.Reaksi dilakukan di bawah kondisi dimana
air memiliki kelarutan yang cukup tinggi yaitu sekitar 10 –25% dalam lemak dan
minyak. Dalam prakteknya, proses ini dicapai di bawah tekanan tinggi yaitu
sekitar 4-5.5 MPa (580psi-800 psi) dan dengan suhu tinggi (240OC-270OC) pada
kolom stainless steel. (Gambar). ZnO kadang-kadang ditambahkan sebagai katalis
dengan lemak bahan baku dan minyak untuk mempercepat reaksi.
Bahan baku lemak dan minyak yang
dimasukkan di bagian bawah dan air dimasukkan di bagian atas kolom. Kolom
didesain terbuka atau berisi baffle untuk meningkatkan pencampuran yang lebih
baik melalui aliran turbulen. Steam bertekanan tinggi ditempatkan pada
ketinggian tiga atau empat di kolom yang berbeda untuk pemanasan awal.Desain
ini menetapkan pola aliran lawan dengan air bergerak melalui kolom dari atas ke
bawah dan lemak dan minyak arah yang berlawanan.Sebagai bahan-bahan ini
dicampurkan pada suhu dan tekanan tinggi .Keterkaitan ester dalam lemak dan
minyak dihidrolisis untuk menghasilkan asam lemak dan gliserol.Asam lemak yang
terbentuk dilanjutkan melalui kolom bagian atas, sedangkan gliserol yang
dihasilkan dilakukan pencucian melalui bagian bawah dengan fase air. Karena ini
merupakan reaksi reversibel, penting untuk menghilangkan gliserin dari campuran
melalui proses pencucian.
Asam lemak yang dihasilkan
pada bagian atas kolom mengandung air, lemak yang tidak terhidrolisis, dan Zn
sisa sebagai katalis. Produk ini kemudian dilewatkan ke tahap pengeringan vakum
dimana air tersebut dihilangkan melalui penguapan dan asam lemak didinginkan
sebagai hasil dari proses penguapan. Produk kering aliran ini kemudian
diteruskan ke sistem distilasi. Sistem distilasi memungkinkan untuk perbaikan
kualitas asam lemak, yaitu, bau dan warna, melalui pemisahan asam lemak dari
lemak yang safonisasi sebagian dan minyak, yang masih mengandung katalis Zn.
Hal ini dicapai dengan pemanasan produk steam dalam penukar panas dengan suhu
sekitar 205oC-232oC dan dimasukkan ke ruang hampa (flash still) pada tekanan
0,13kPa-0,8 kPa atau (1 – 6 mm Hg) tekanan absolut .
Asam lemak yang diuapkan pada
kondisi ini akan dihilangkan dari bahan-bahan yang tidak diinginkan seperti
trigliserida terhidrolisis sebagian. Asam lemak yang menguap kemudian melewati
serangkaian kondensor air dingin untuk fraksionasi .Sistem bervariasi dalam
jumlah kondensor tetapi sistem tiga-kondensor adalah system yang umum
digunakan. Asam lemak biasanya dipisahkan menjadi heavy cut, mid-cut, dan very
light cut. Light cut sering dihilangkan karena mengandung banyak zat yang
menyebabkan bau yang tidak enak pada asam lemak.
Asam lemak yang diperoleh dari proses tersebut dapat
digunakan secara langsung atau dimanipulasi lebih lanjut untuk diperbaiki atau
diubah kinerja dan stabilitas. Hardening adalah operasi dimana beberapa ikatan
tak jenuh yang terdapat di dalam asam lemak dieliminasi melalui proses
hidrogenasi atau penambahan H2 di karbon-karbon ikatan rangkap. Proses ini pada
awalnya dimaksudkan untuk meningkatkan bau dan memperbaiki warna asam lemak
melalui eliminasi dari ikatan rangkap tak jenuh. Namun, seiring perkembangan
dalam penggunaan asam lemak, hidrogenasi merupakan proses komersial penting
untuk mengubah sifat fisik dari asam lemak.
Hardering biasanya dicapai dengan
melewatikan asam lemak yang telah dipanaskan melalui serangkaian tubes packed
dengan katalis dengan kehadiran gas hidrogen. Katalis yang paling sering
digunakan adalah Ni.Hardering ditentukan oleh jumlah hidrogen, suhu reaksi,
tekanan, dan waktu tinggal. Asam lemak yang telah melewati proses hardering
kemudian disaring untuk menghilangkan sisa katalis dan selanjutnya didinginkan
dalam flash tank dimana kelebihan gas hidrogen dihilangkan. Selain pengurangan
tingkat ketidakjenuhan dalam asam lemak, proses juga dapat mengkonversi beberapa
konfigurasi cis asam lemak tak jenuh ke dalam konfigurasi trans. Konversi dapat
mempengaruhi sifat produk jadi dan biasanya dikendalikan untuk spesifikasi yang
diinginkan.
4.
Netralisasi
Tahap pembentukan sabun dari
asam lemak dicapai melalui reaksi asam lemak dengan kaustik yang sesuai.Reaksi
ini berlangsung sangat cepat untuk beberapa kaustik yang banyak digunakan,
misalnya, NaOH atau KOH, dan memerlukan perhitungan yang tepat dan pencampuran
yang akurat untuk memastikan efektivitas proses. Meskipun relatif mudah, dalam
prakteknya, beberapa pertimbangan proses harus ditangani dengan baik. Pertama,
perbandingan yang tepat dari lemak asam, kaustik, air, dan garam harus dijaga
untuk menjamin pembentukan fase neat sabun yang diinginkan. Proses ini dikontrol
untuk menghindari terbentuknya sabun menengah, yang memiliki viskositas tinggi
dan tidak menghilang dengan cepat. Kedua, pencampuran yang baik antara minyak
dan air diperlukan untuk memastikan terbentuknya fase campuran neat sabun yang
baik. Ketiga, karena panas yang dibebaskan dari reaksi, temperatur proses harus
dipertahankan dalam batas-batas tertentu agar tidak terlalu panas dan mendidih
atau berbusa.
Ada berbagai proses komersial untuk
tahap netralisasi. Umumnya, asam lemak dipanaskan pada (50 o C-70o C) dan
dicampurkan dengan kaustik-garam-air (25o C-30o C) Steam dialirkan ke dalam
sebuah high shear mixing system, umumnya disebut sebagai neutralizer.Campuran
dipanaskan dengan suhu antara 85oC dan 95oC kemudian dipompakan ke dalam tangki
penerima yang efektif untuk mencampurkan sabun baik melalui sistem resirkulasi
dan agitasi. Setelah dikontakkan dengan waktu tinggal pendek di tangki penerima
untuk memastikan komposisi seragam, sabun yang dihasilkan dipompakan ke tangki
penyimpanan atau dilanjutkan ke proses finishing.
5.
Pemurnian Sabun
Pemurnian sabun adalah suatu
perlakuan untuk menghilangkan impurities yang terlarut dalam larutan alkali dan
mengcover lagi gliserin yang terbebas pada saat reaksi saponifikasi. Asumsi
tentang pemurnian sabun yaitu :
• Giserol merupakan jumlah total pelarut dalam pencucian larutan alkali.
•
Gliserol ada pada sabun yang dilarutkan dalam larutan alkali.
•
Ketika sabun dicampurkan dengan pencucian larutan alkali, gliserol pindah dari
larutan alkali pada sabun menjadi pencucian alkali sampai konsentrasi keduanya
stabil.
•
Bila campuran tadi dibiarkan di stele kemudian dipisahkan menjadi dua lapisan
bagian yaitu lapisan atasnya adalah sabun dan lapisan bawahnya untuk pencucian
alkali.
• Ketika pencucian meningkat, kebanyakan gliserol diekstrak pada saat banyaknya
larutan alkali yang dikorbankan.
Secara umum proses pencucian sabun yaitu
:
•
Proses pembasahan, perlakuan terhadap kotoran dan lemak-lemak
•
Proses menghilangkan kotoran dari permukaan
•
Mengatur kotoran-kotoran supaya tetap stabil dari larutannya atau suspensinya.
6. Finishing
Finishing merupakan langkah akhir
pada proses pembuatan sabun, yang meliputi beberapa tahap, yaitu:
1)
Crutching
Jika sabun murni
yang berasal dari ketel atau proses lainnya akan dicampurkan dengan menggunakan
bahan lain, maka sebelum dibentuk atau dikeringkan, dilakukan pencampuran
terlebih dahulu. Campuran itu dilarutkan di dalam mesin crutcher
dahulu.Crutcher adalah bejana yang berbentuk silindris dengan ukuran kecil,
kapasitasnya 680-2279 dan dilengkapi dengan pengaduk. Crutcher juga digunakan
di dalam pencampuran alkali dengan lemak di dalam pembuatan sabun dengan proses
pendinginan.
2)
Framming
Metode yang
digunakan untuk mengubah sabun murni atau cairan sabun panas menjadi padatan
yang mudah dibentuk menjadi batangan atau disebut dengan framming. Framming
dilakukan pada cairan sabun yang berada pada suhu 57-62oC didalam suatu frame
yang memiliki berat 454 – 545 kg berbentuk persegi. Untuk memadatkan sabun
murni diperlukan waktu 3-7 hari.Sabun yang telah dicetak dapat dipotong menjadi
bagian kecil.Penambahan zat adiktif antioksidan stabilizer dan farfum dilakukan
pada saat crutching sebelum framming.
3) Drying
Berbagai macam metoda pembuatan
sabun dengan menggunakan reaksi saponifikasi yang menghasilkan sabun murni
mengandung air sekitar 30-35%. Sabun murni tersebut diubah menjadi sabun chip
dengan kandungan 5-15% air. Proses pengeringan yang sederhana dikenal dengan
spray drying proses. Sabun yang mengandung air dilewatkan melalui spary nozzles.
Partikel-partikel kecil ini dikeluarkan oleh spray nozzles dalam bentuk kering.
Pengeringan juga daapt dilakukan pada vakum atau di dalam atmospherik flash
drying.
Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi
(sabun murni) yang umumnya dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air
pada sabun dikurangi dari 30 –35% pada sabun murni menjadi 8 – 18% pada sabun
butiran atau lempengan. Jenis – jenis vakum spray dryer, dari sistem tunggal
hingga multi sistem, semuanya dapat digunakan pada berbagai proses pembuatan
sabun. Operasi vakum spray dryer sistem tunggal meliputi pemompaan sabun murni
melalui pipa heat exchanger dimana sabun dipanaskan dengan uap yang mengalir
pada bagian luar pipa. Sabun yang sudah dipanaskan terlebih dahulu disemprotkan
di atas dinding ruang vakum melalui mulut pipa yang berputar.Lapisan tipis
sabun yang sudah dikeringkan dan didinginkan tersimpan pada dinding ruang vakum
dan dipindahkan dengan alat pengerik sehingga jatuh di plodder, yang mengubah
sabun ke bentuk lonjong panjang atau butiran. Dryer dengan multi sistem, yang
merupakan versi pengembangan dari dryer sistem tunggal, memperkenalkan proses
pengeringan sabun yang lebih luas dan lebih efisien daripada dryer sistem
tunggal.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
§
Sabun adalah senyawa kimia yang
dihasilkan dari reaksi lemak atau minyak dengan Alkali yang juga merupakan
garam-garam Monofalen dari Asam Karboksilat dengan rumus umumnya RCOOM.
§
Bahan mentah pembuatan sabun: Minyak
atau lemak, Alkali, bahan tambahan.
§
Reaksi pembuatan sabun:
a. Saponifikasi
b.
Hidrolisa Lemak dan Penetralan
§ Proses pembuatan sabun secara komersil:
1.
Direct Saponification yang terdiri
dari Kettle Boiled Batch Process atau Continuous Saponification Systems,
2.
Netralisasi Asam Lemak.
3.2 Daftar Pustaka